Membangun bisnis, tidak selalu harus diawali dengan survai pasar yang njlimet. Apalagi sampai menghabiskan dana besar, yang belum tentu membawa hasil yang memuaskan. Naluri bisnis kadang menjadi panduan untuk keberhasilan.. Paling tidak, inilah yang dijalankan Gideon Hartono, yang bisa dibilang berhasil membangun jaringan bisnis apotik K-24.
Ketika tiga tahun silam, ia memutuskan untuk membuka usaha apotik yang buka selama 24 jam di Jogja, ia sama sekali tidak mengawali dengan riset pasar. Ia juga tidak ambil pusing, apakah apotik yang dijalankannya bakal berhasil diterima masyarakat atau tidak.Yang jelas, Gideon hanya mengandalkan nalurinya sebagai seorang pebisnis. Nalurinya menyatakan bahwa masih ada peluang besar dalam bisnis apotik di kota pendidikan tersebut.
Ternyata insting bapak dua anak ini memang terbukti tajam. Nyatanya, ketika ia mengibarkan bisnis apotik dengan bendera K-24, sambutan masyarakat cukup bagus. Sejak dibuka pertama pada 24 Oktober 2002, jumlah pengunjung terus mengalami peningkatan.Pada tiga bulan pertama, sambutan masyarakat memang belum begitu terlihat.Tapi memasuki tiga bulan kedua, konsumen yang datang menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan.
Keberhasilan apotik pertama yang didirikan di kawasan Jl. Magelang, Jogja tersebut memacu semangatnya untuk mendirikan apotik sejenis di tempat lain. Selama tahun 2003, tepatnya pada 24 Maret dan 24 Agustus, dia membuka dua outlet K-24 lagi di kawasan Jl. Gejayan dan Jl. Kaliurang. Sementara 24-Februari lalu, ia memberanikan diri menebarkan sayap ke kota Semarang, Jawa Tengah untuk membuka outlet yang sama.
Agaknya, tanggal 24 bagi Gideon telah menjadi tanggal “keramat”.Nyatanya, setiap kali membuka outlet baru, selalu dilakukan pada tanggal 24.Bahkan gajian karyawan juga dilakukan pada tanggal tersebut. “Setiap membuka outlet baru, saya memang memilih tanggal 24, demikian pula dengan gajian karyawan, kalau tanggal 24 jatuh hari minggu gajiannya dimajukan bukan dimundurkan. Tapi semua itu tidak ada hubungan dengan hongsui karena saya tidak percaya hong sui ” kata dokter puskesmas Gondokusuman II, yang kini sedang mengambil cuti atas tanggungan
Bapak dua anak yang berstatus sebagai dokter umum ini, mengaku tidak mengira bila apotik yang didirikannya bakal berkembang sedemikian cepat. Belum lama ini, ia bahkan mendapat penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) karena apotik K-24 dimasukkan sebagai apotik jaringan pertama yang sejak dibuka selama 24 jam, 365 hari tanpa mengenal tutup maupun libur dengan harga yang sama baik siang, maupun malam, baik hari kerja maupun hari libur. “Sejak buka sampai sekarang, kami tak pernah tutup sekalipun,” papar Gideon yang merasa senang dengan penghargaan tersebut.
Menurut Gideon, ia tidak mengira jika potensi pasar apotik di Jogja dan Semarang, ternyata masih sedemikian besarnya. Ia mengaku omset setiap outlet yang dikelolanya terus menunjukkan angka kenaikan. Saat ini, setiap outlet rata-rata perbulan, berhasil mencatat transaksi antara 350-500 items obat , dengan nilai penjualan antara Rp 250-300 juta.
Gideon mengaku tidak mengambil keuntungan besar dari obat yang dijualnya.Ia mengambil keuntungan dari omset penjualan. Padahal kalau ia mau, ia mendapat margin yang cukup besar dari distributor antara 20-40 persennya. Tapi margin keuntungan itu, akunya tidak dia ambil semua,”Saya hanya mengambil yang sekitar 17 hingga 25 persen saja, sisanya biar konsumen yang menikmati,” paparnya.
Menurut Gideon, dia menggeluti apotik tidak selamanya berorientasi profit. Ada idealisme yang ingin ia wujudkan melalui apotik tersebut, antara lain memberikan pelayanan masyarakat untuk mendapatkan kemudahan mencari obat.
Karena itulah, ia berencana untuk membuka outlet K-24 sebanyak-banyaknya.
Paling tidak, ia ingin mengembangkan di seluruh kota di Jawa. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, dia akan menerapkan sistem waralaba. Saat ini, paling tidak sudah ada ada beberapa pengusaha yang siap membeli waralaba.Tapi baru dua yang benar-benar siap dibuka tahun ini.Keduanya di Jogja dan Surabaya.
Sebenarnya menurut Gideon, sudah banyak pemilik modal yang menyatakan bersedia untuk membeli waralaba K-24. Namun, tidak semua peminat akan dilayaninya. Ia menerapkan seleksi yang ketat, karena dia tidak ingin membuka outlet yang kemudian mati karena tidak bisa berkembang.Setidaknya, calon pembeli waralaba harus bersedia menjadi operator bisnis. “Kami tidak mau mencari investor pasif, “ tandasnya.
Sebelum memutuskan untuk melepas waralaba, Gideon mengaku harus melakukan survai dulu tentang kelayakan lokasi yang akan dijadikan tempat usaha. Lokasi memang menjadi pertimbangan utama. “Kalau lokasinya bagus, kami baru akan memutuskan oke,” kata lelaki yang gemar membaca ini.
Gideon mengaku sebagian lokasi usahanya masih berstatus kontrak, dengan masa kontra antara 3-6 tahun dengan harga sewa antara Rp17-Rp40 juta pertahunnya. Namun untuk memilih tempat, ia benar-benar selektif, paling tidak harus kenal secara pribadi dengan pemiliknya. Dalam perjanjian, ia menerapkan klausul yang menyebutkan bahwa jika kontrak tidak bisa diperpanjang, maka tempat itu nantinya tidak boleh digunakan untuk usaha yang sama. “Kalau mereka tidak mau dengan klausul ini, kami lebih baik mundur karena ini gelagat tidak baik,” paparnya.
Untuk mendapatkan waralaba, setidaknya investor harus menyediakan dana antara Rp Rp 300-600 juta. Besarnya investasi memang tergantung kesiapan calon pembeli waralaba. Pembeli waralaba yang sudah punya bisnis apotik dan karena tidak berkembang ingin bergabung dengan jaringan K-24, tentu membutuhkan dana investasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang belum memiliki usaha apotik sama sekali.
Sementara itu, dimata Nur Feriyanto M Si, pengamat bisnis dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, ada beberapa hal yang melatar belakangi Gideon berhasil membangun jaringan bisnis apotik K-24. Selain karena kejelian melihatpeluang pasar, karena kecerdasannya dalam menjalankan strategi bisnis.
Menurut Wakil Direktur Program Magister Manajemen (MM) UII ini, Gideon melihat adanya kebutuhan pasar akan apotik yang membuka pelayanan selama 24 jam nonstop di Jogja. Kalaupun selama ini sudah ada apotik yang melakukan praktek seperti itu, dirasakan masih kurang karena tidak memberikan jaminan harga pasti terhadap obat yang dijualnya. “Nah inilah yang diambil K-24, dia buka nonstop dengan memberikan jaminan harga pasti yang tidak berubah-ubah baik siang maupun malam,” katanya.
Yang juga menarik diamanati Nur, sejak awal mendirikan apotik, nampaknya Gideon sudah menyiapkan konsep yang sangat matang dengan membangun branding dan positioning yang jelas.Ini terlihat dari penampilan yang begitu menarik dari semua outlet apotik K-24. “Yang jelas dari sisi eksterior maupun interiornya, bisa dibedakan dengan jelas antara apotik K-24 dengan apotik pada umumnya,” kata Nur.
Melihat keberhasilan yang diraih bapak dua anak ini, mungkin banyak yang tidak mengira bila Gideon benar-benar membangun bisnis dari cucuran keringatnya sendiri.Sejak masih remaja, Gideon memang memang sudah berusaha mandiri.Ia memang mengaku berasal dari keluarga miskin yang mengharuskannya bekerja sekuat tenaga untuk bisa membantu mencari nafkah buat keluarganya.
Anak kelima dari tujuh bersaudara ini, sejak masih duduk di bangku SMP sudah bisa membantu mencari nafkah dengan menggeluti sebagai photografer keliling. Menginjak duduk di bangku SMA, ia sering mengikuti lomba slalom photo dan sering meraih kemenangan. “Saya sengaja mengikuti lomba foto yang ada hadiah uangnya karena memang ingin mencari uang,:” kata kelahiran 10 Oktober 1963 ini.
Selain mencari uang dengan mengikuti lomba foto, lelaki yang mengaku gemar membaca ini sudah melayani les privat matematika, fisika dan kimia di rumahnya yang sempit di kawasan Kranggan, Jogja. “Semua uang yang saya dapat, semua saya serahkan ke ibu saya,” akunya. Ada kebanggan tersendiri yang dirasakan Gideon ketika berhasil memberikan uang kepada sang bunda.
Dari uang tabungan yang dititipkan ke ibunya dari kemenangan lomba foto, ia berhasil membuka studio foto kecil. Dari sinilah, usaha fotografinya berkembang.Sehingga tahun 90-an, Gideon berhasil membangun studio foto dengan peralatan paling canggih di Jogja ketika itu. “Untungnya saya memiliki kemampuan fotografi sehingga bisa merubah hidup kami,” katanya.
Dari bisnis fotografi itu pula, Gideon menginvestasikan dana sebesar Rp 400 juta untuk membangun satu outlet apotik K-24. Gideon kini sedang menyiapkan sistem, sehingga operasional apotik ini tidak tergantung pada dirinya.Dengan sistem yang lebih mapan diharapkan, Gideon tidak perlu ikut campur mengurusi operasional perusahaan.Walaupun kini sebagai urusan bisnisnnya ditangani anggota keluarga, dia tetap berkeinginan melaksanakan bisnis secara profesional.
http://desian.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_43.pdf