Masih ingatkah Anda kasus kematian mendadak beberapa artis ibukota seusai berolahraga? Sebut saja salah satu contohnya Alm. Adjie Masaid yang meninggal dunia seusai bermain futsal. Menurut Ketua Tim Klinik Olahraga (Sport Clinic) RSUD Dr Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Achmad Sjarwani, masalahnya BUKAN pada jenis olahraga yang dilakukan.
Dari sejumlah kasus, kematian mendadak usai berolahraga bisa terjadi pada mereka yang : 1). tidak rutin berolahraga, 2). melakukan perubahan jenis olahraga dari olahraga yang menjadi kebiasaannya, dan 3). beban olahraga yang terlalu berat dibanding usia, kondisi kesehatan, ataupun berat badan. Jenis olahraga harus disesuaikan dengan usia karena kondisi fisik tiap orang tidak sama, sehingga jenis olahraga yang dianjurkan pun juga berbeda.
Usia 20-an tahun
Usia 20-an tahun merupakan akhir dari masa remaja. Pada usia ini biasanya mulai terjadi penurunan kecepatan metabolisme. Hal ini berkaitan dengan peningkatan hormon reproduksi. Pada wanita misalnya, “Estrogen meningkat, artinya kadar lemak pada tubuh juga mengalami peningkatan,” jelas Dr. Jeffrey Morrison, ahli gizi dari New York. Di sisi lain, kemampuan mitokondria -yang bertugas mengubah glukosa menjadi energi- justru semakin menurun. Penurunan efektivitas mitokondria membuat kemampuan tubuh untuk membakar lemak dan gula pun ikut menurun.
Untuk melancarkan metabolisme tubuh, lakukan olahraga secara teratur. Misalnya 30 menit latihan kardio atau aerobik, tiga sampai empat kali seminggu. Olahraga yang bersifat kompetitif seperti futsal, basket, atau sepakbola pun masih bisa Anda jadikan rutinitas. Mumpung pada usia 20-an tubuh masih lentur dan belum menunjukkan gejala penyakit degeneratif, berolahragalah dengan giat.
Usia 30-an tahun
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cleveland Clinic, membuktikan bahwa pada usia 30-an, hormon pertumbuhan yang bertanggungjawab untuk kekuatan otot dan tulang menurun drastis. Menurut para ahli, hormon pertumbuhan tersebut berguna pada daya serap glukosa dalam sel-sel lemak; sehingga defisiensi hormon pertumbuhan akan berakibat pada sulitnya menurunkan berat badan.
Latihan pembentukan tubuh (full-body conditioning) seperti cardio class sambil angkat beban, bisa membakar kalori sekaligus membentuk massa otot. Terpenting dan tidak boleh Anda lupakan adalah lakukan pemanasan 5 – 10 menit untuk memperlancar aliran darah. Lakukan juga peregangan setelah latihan untuk mengatasi pegal-pegal keesokan paginya.
Usia 40-an tahun
Seiring dengan terus menurunnya fungsi metabolisme, berkurang pula kebutuhan kalori. Ditambah lagi, wanita yang memasuki masa menopause makin sedikit memiliki estrogen—artinya lemak tidak lagi ‘lari’ ke pinggang atau pinggul, melainkan langsung ke perut.
Pada orang berusia di atas 40 tahun, jenis olahraga yang dipilih seharusnya bukan lagi olahraga yang bersifat kompetitif atau membutuhkan tenaga besar dan waktu lama, khususnya bagi mereka yang tidak terlatih. Olahraga yang baik adalah joging, jalan cepat, bersepeda, atau berenang. “Latihan ketahanan tubuh (resistance) juga bisa ditambahkan untuk mengatasi masalah tulang yang semakin rapuh,” ujar Dr. Caroline Apovian dari Boston Medical Center
Usia 50-an,60-an tahun, atau lebih
Hanya karena sendi-sendi Anda sudah tidak senyaman sebelumnya, tidak berarti Anda harus berolahraga di atas kursi atau melakukan gerakan low-intensity yang membuat Anda lebih merasa rapuh daripada sebelumnya. Kurangi benturan pada sendi dengan mengalihkan perhatian pada pinggang dengan latihan Pilates, latihan yang dilakukan di lantai tetapi mampu menguatkan otot-otot.
Usia hanyalah sekedar angka. Pilihan olahraga yang tepat akan membuat tubuh Anda tetap bugar. Untuk memaksimalkan usaha Anda, jangan lupa menjaga asupan gizi seimbang, berhenti merokok, dan menghindari stres. Selain itu, lakukan pengecekan berkala (medical check up) terhadap kesehatan Anda.
Sumber: health.kompas.com, m.klikdokter.com