Sobat Sehat, mendengar kata "epilepsi" yang paling banyak terpikir dalam benak kita mungkin adalah kejang-kejang. Epilepsi memang merupakan istilah umum untuk penyakit dengan kecenderungan mengalami kejang berulang. Namun, apakah setiap gangguan kejang mengindikasikan epilepsi? Untuk mengetahui jawabannya, simak artikel berikut :
Penyakit epilepsi terdiri dari beberapa jenis, dan masing-masing memiliki penyebab, gejala, serta perawatan yang berbeda. Jenis epilepsi yang paling umum adalah epilepsi idiopatik dan epilepsi simptomatik. Epilepsi idiopatik biasanya disebabkan oleh faktor genetik meskipun tidak selalu terjadi di setiap kasus. Epilepsi jenis ini cenderung muncul selama masa kanak-kanak atau remaja, dengan perkembangan dan pemeriksaan fisik normal (tidak menunjukkan adanya kelainan saraf selain kejang-kejang) yang dapat diidentifikasi dengan EEG atau MRI. Dari hasil uji neurologis, penderitanyapun memiliki kecerdasan normal.
Gangguan kejang yang mengindikasikan epilepsi idiopatik secara umum adalah berupa kejang miklonik (sentakan ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan durasinya singkat), kejang tidak sadar dengan tatapan kosong, dan kejang grand mall (terjadi pada seluruh bagian tubuh karena semua daerah korteks otak ikut terlibat).
Epilepsi ini biasanya diobati dengan obat antikonvulsan baik tunggal ataupun kombinasi untuk menghentikan kejang. Namun, pengobatannya membutuhkan jangka waktu lama hingga bertahun-tahun sampai sembuh atau tidak kambuh. Sehingga, diperlukan kesabaran, keteraturan minum obat, kontrol dosis, dan memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesembuhan, seperti menghindari stress yang berlebihan, terlalu lelah, dan kurang tidur.
Jenis epilepsi berikutnya adalah epilepsi simptomatik, yang disebabkan oleh kelainan otak yang meluas karena adanya cedera sewaktu kelahiran. Di samping itu, epilepsi simptomatik juga dapat disebabkan oleh riwayat keluarga, misalnya ada infeksi otak seperti meningitis dan encephalitis, stroke, tumor, trauma, atau parut (sclerosis) pada jaringan otak.
Selain kejang, pengidap epilepsi jenis ini sering mengalami masalah neurologis lain yaitu keterbelakangan mental (cerebral palsy). Pada pasien yang tidak berhasil dengan obat-obatan, epilepsi simptomatik dapat diobati dengan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat bagian otak yang abnormal tanpa mengorbankan sisa otak yang masih berfungsi dengan baik.
Dari paparan di atas, penyakit epilepsi memang identik dengan gangguan kejang, akan tetapi tidak semua gangguan kejang merupakan gejala epilepsi. Pada epilepsi, gangguan kejang berhubungan dengan sinyal listrik pada otak. Normalnya, sel-sel otak berkomunikasi dengan mengirimkan sinyal-sinyal listrik dalam pola teratur. Pada epilepsi, karena penyebab tertentu sinyal-sinyal listrik tersebut menjadi abnormal, sehingga menimbulkan “badai listrik” yang menghasilkan kejang, baik pada bagian tertentu dari otak atau pada semua bagian otak, tergantung jenis epilepsinya (parsial atau umum).
Sementara, ada jenis kejang non epilepsi (pseudoseizures) yaitu kejang yang tidak disertai dengan aktivitas listrik abnormal di otak, yang mungkin disebabkan oleh faktor psikologis misalnya stress. Ada juga kejang provokasi yaitu kejang tunggal yang mungkin terjadi sebagai akibat dari trauma, gula darah rendah (hipoglikemia), natrium darah rendah, demam tinggi, atau penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Jadi, tidak semua gangguan kejang berarti epilepsi. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah kejang tersebut epilepsi atau bukan. Salam Sehat. (*)