Saat ini, masyarakat Indonesia sedang terancam dengan wabah difteri yang mulai menyerang berbagai daerah di Indonesia. Hingga bulan November 2017, sebanyak 95 Kabupaten/Kota dari 20 Provinsi melaporkan kasus difteri. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang bisa ditularkan melalui kontak langsung penderita dan bisa ditularkan melalui udara. Bagi tubuh, efek sampingnya bisa sangat berbahaya karena melepaskan lapisan saluran pernapasan sehingga menutup jalur pernapasan. Akibatnya, penderita sulit bernapas dan bisa mengalami kelumpuhan.
Tentunya setiap orang ingin anaknya terhindar dari kasus difteri. Menurut Kementerian Kesehatan RI, mewabahnya difteri hingga dinyatakan sebagai Kejadian Luar BIasa (KLB) terjadi karena sebagian masyarakat menolak untuk imunisasi. Padahal, difteri bisa ditangkal dengan imunisasi. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi, menyatakan bahwa adanya penolakan terhadap imunisasi menjadikan rendahnya cakupan imunisasi. Semakin tinggi cakupan imunisasi, semakin rendah pula kemungkinan penyakit yang ditangkal akan meluas.
Agar tidak terserang difteri, dianjurkan kepada para orangtua untuk mengecek kelengkapan imunisasi anaknya. Bagi mereka yang belum mendapatakan vaksin difteri, sebaiknya segera divaksin. Vaksin difteri sendiri diberikan dalam 3 jenis vaksin, yaitu vaksin DPT-HB-HIb yang diberikan saat bayi berusia di bawah 1 tahun, dan 18 bulan, Vaksin DT yang diberikan saat anak berada di kelas 1 SD, dan Vaksin Td yang diberikan saat anak di kelas 2 SD dan 5 SD.
Gejala demam yang perlu diketahui adalah demam tinggi hingga 38 derajat celcius, muncul membran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan dan berdarah bila dilepaskan, serta munculnya bullneck atau pembengkakan jaringan lunak leher.