Tentunya Anda tidak asing lagi dengan istilah ‘Generasi Micin’. Sebutan ini diberikan kepada anak-anak zaman sekarang yang bertingkah aneh atau tidak sesuai norma. Mereka dianggap mengkonsumsi terlalu banyak micin atau penyedap rasa yang disebut juga sebagai monosodium glutamate, sehingga mereka berperilaku tidak biasa. Hal ini terjadi karena adanya anggapan di masyarakat bahwa micin mengakibatkan penurunan kecerdasan otak apabila dikonsumsi terus-menerus. Namun, apakah benar kita bisa menyalahkan micin untuk fenomena perilaku anak-anak tersebut?
Sebenarnya, micin memiliki banyak manfaat. Awalnya, penggunaan micin banyak terdapat di restoran-restoran China sehingga masakan China pasti memiliki rasa yang kuat dan sedap. Hingga kini, micin masih digunakan sebagai penyedap rasa dalam makanan. Glutamat, baik dalam bentuk alami atau buatan, sesungguhnya dibutuhkan tubuh untuk meningkatkan nafsu makan. Dalam bentuk alami, glutamat bisa didapatkan di tomat, keju, kecap dan bahkan ASI.
Agar jenis makanan lainnya juga memiliki glutamat, maka terciptalah penyedap rasa buatan atau micin. Namun, banyak orang yang yakin bahwa micin dapat menurunkan kecerdasan otak. Faktanya, micin memang bisa meningkatkan tekanan darah apabila dikonsumsi dalam jumlah yang besar, yaitu sebanyak 3 gram apabila dikonsumsi langsung tanpa dicampur ke makanan. Dalam sekali santap, masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi micin sebanyak 0,55 gram dan dicampurkan dengan makanan. Jadi, jumlah tersebut masih tergolong aman.
Selain itu, menurut sebuah penelitian oleh Hawkins RA, peneliti asal Australia, micin tidak ada hubungannya dengan kecerdasan otak. Karena bila dikonsumsi dalam jumlah besar, micin tidak dapat menembus pertahanan sel darah otak. Dengan demikian, seharusnya micin tidak memiliki efek apapun ke otak ataupun dapat menurunkan kecerdasan seseorang. Bahkan, FDA pun menyatakan bahwa micin tergolong dalam kategori yang aman.
Nah, jadi, mulai sekarang tidak perlu khawatir atau takut mengkonsumsi micin. Yang penting, jangan terlalu banyak dan taati batas amannya.
Sumber: Healthline.com, Kompas.com