Menopause atau berakhirnya siklus menstruasi pada wanita adalah sebuah kondisi alamiah yang akan dialami oleh semua wanita sejalan dengan bertambahnya usia. Menopause biasanya dialami oleh wanita saat berusia 40-an atau 50-an tahun. Pada beberapa orang, menopause datang lebih lambat, sementara untuk yang lainnya menopause justru datang terlalu cepat, yang disebut dengan menopause dini. Menopause dini dapat terjadi pada wanita muda bahkan ketika usianya baru 20an - 30an tahun. Apa penyebabnya?
Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya menopause dini, yaitu :
a. Operasi pengangkatan kedua indung telur
Kanker atau kista pada indung telur, apalagi yang telah membesar, sering menyebabkan sel kanker dan sel sehat sulit dibedakan. Sehingga, tidak menyisakan pilihan bagi tim medis selain melakukan operasi pengangkatan kedua indung telur.
b. Radiasi dan kemoterapi dalam pengobatan kanker
Proses radiasi yang seharusnya hanya mematikan sel-sel kanker kerap ikut mematikan sel-sel sehat dan mengganggu fungsi indung telur.
c. Sterilisasi atau pemotongan saluran telur ke rahim
Bila ada “kesalahan” dalam operasi, pembuluh darah yang menuju indung telur bisa ikut “terikat”. Akibatnya, sel-sel telur tidak berkembang dan lama-lama menstruasi tidak datang lagi.
d. Gangguan kromosom atau keterkaitan genetik
Bila seorang wanita mengalami menopause dini, biasanya ibu atau neneknya juga telah mengalami hal yang sama.
e. Merokok
Dari penelitian yang dipublikasikan dalam Menopause Journal, kebiasaan merokok disebutkan dapat meningkatkan resiko menopause dini. Wanita perokok mengalami menopause lebih cepat yaitu antara usia 43 – 50 tahun. Menurut Jennie Kline, ahli epidemiologis dari Columbia University’s Mailman School of Public Healthdi New York, ada dua teori mengapa merokok dapat menyebabkan menopause dini. Pertama, merokok memiliki efek membuat tubuh wanita mengesampingkan penggunaan estrogen. Kedua, zat-zat kimia pada asap rokok juga dipercayai bisa membunuh sel telur.
f. Stress tinggi
Gejala menopause dini bisa memang menyebabkan pukulan emosional, sedih, shock, takut, dan cemas yang berujung pada stress. Tapi apakah stress saja dapat menyebabkan menopause dini?
Dilansir di everydayhealth.com (21/9.2012), stress memiliki kemungkinan menjadi penyebab terjadinya menopause dini. Namun, belum cukup penelitian yang membuktikan bahwa stress saja dapat menyebabkan menopause dini. Ada faktor-faktor lain yang menyertai berupa gaya hidup tak sehat, seperti pola makan yang buruk, kecanduan kafein, peminum alkohol, olahraga berlebihan, dan lain-lain yang masih terus diteliti.
Selain menopause dini, ada juga istilah “menopause prematur” atau POF (Premature Ovarian Failure). Menopause prematur berbeda dengan menopause dini, meskipun keduanya sama-sama menyebabkan menstruasi terhenti.
Bila menopause dini umumnya disebabkan karena tidak ada lagi ovulasi, wanita yang mengalami POF berhenti menstruasi karena tubuhnya tidak merespon terhadap sinyal untuk ovulasi, padahal indung telurnya masih berovulasi (memproduksi sel telur). Penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana tubuh mnghasilkan antibodi yang merugikan organ atau sel tubuh itu sendiri. Tidak seperti menopause dini, wanita penderita POF masih memiliki kemungkinan untuk hamil bila penyakit autoimun-nya dapat disembuhkan.
Gejala & komplikasi menopause dapat sama persis tanpa melihat apakah si wanita mengalaminya pada usia 20-an tahun (menopause dini dan prematur) atau pada usai 40 - 50an tahun (menopause normal). Gejala & komplikasi tersebut antara lain : sering buang air kecil, rasa kepanasan (hot flushes), keringat bertambah banyak sepanjang hari, tubuh cepat lelah, kulit dan vagina mengering, sulit tidur tanpa sebab yang jelas, ingatan yang buruk, hilangnya gairah seksual, cepat tersinggung dan cepat marah, dan beresiko terkena osteoporosis (pengeroposan tulang).
Gejala & komplikasi menopause bisa diringankan dengan terapi supportif seperti olahraga ringan (yoga, jalan kaki, bersepeda), menghindari asap rokok, mengurangi kafein, mencukupi asupan nutrisi yang baik (khususnya vitamin D dan calcium) melalui makanan sehat, banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung estrogen alami (kedelai, buah pepaya, bengkuang, terong), dan terakhir adalah dengan obat-obatan atau Hormon Replacement Therapy. Namun, cara yang terakhir ini harus melalui konsultasi dan di bawah pengawasan dokter.
Sumber : pesona.co.id, intisari-online.com, everydayhealth.com