Siapa yang tak kenal kerokan? Meskipun dunia medis sudah semakin canggih, pengobatan alternatif yang satu ini masih menjadi andalan bagi sebagian orang Indonesia untuk mengobati masuk angin. Namun, metode yang sudah diterapkan turun-temurun ini masih menuai kontroversi hingga sekarang. Ada yang percaya bahwa kerokan bisa menyembuhkan, ada juga yang khawatir terhadap dampaknya bagi kesehatan tubuh.
Kerokan adalah pengobatan tradisional Jawa untuk mengatasi gejala masuk angin, yang ditandai dengan tubuh merasa kedinginan, perut kembung, hidung berair (meler), nyerti otot, dan sakit kepala. Metode ini sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan ternyata dipraktekkan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Cina (gua sha), Kamboja (goh kyol), dan Vietnam (cao gio).
Kerokan dilakukan dengan cara menekan dan menggeser-geserkan benda tumpul (biasanya uang logam) ke kulit tubuh terutama di ruas-ruas tulang belakang dan leher secara berulang-ulang hingga terjadi bilur-bilur atau guratan berwarna merah. Agar tidak melukai kulit, benda tumpul dikombinasikan dengan cairan pelicin (losion, minyak angin, atau balsem). Minyak angin atau balsem juga dapat membantu menghangatkan tubuh.
Menurut seorang akupunturis klinik Dr. Koosnadi Saputra, SpRad., kerokan bepedoman pada Hukum Einstein, dimana energi atau panas dihasilkan dari gesekan antara dua benda. Gesekan antara permukaan kulit tubuh dengan benda tumpul akan menghasilkan panas atau suhu tubuh yang meningkat. Panas tersebut menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah yang otomatis memperlancar peredaran darah dan pasokan oksigen ke jaringan otot dan organ tubuh.
Bilur-bilur atau guratan berwarna merah yang dihasilkan dari permukaan tubuh yang dikerok dapat dipakai sebagai tolak ukur berat ringannya masuk angin. Makin merah warnanya makin berat derajat sakitnya. Timbulnya warna kemerahan pada kulit ini masih mengundang perdebatan di kalangan medis. Di Amerika dikatakan bahwa metode ini adalah suatu tindakan “abuse” karena terkesan melukai kulit. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh dr. Didik Gunawan Tamtomo (dosen fakultas kedokteran UNS) terhadap jaringan biopsi kulit sesudah kerokan tidak menunjukkan adanya kerusakan kulit. Yang terjadi hanyalah reaksi inflamasi atau radang. Inflamasi sendiri merupakan salah satu mekanisme penyembuhan tubuh.
Penelitian mengenai manfaat kerokan juga dilakukan di bawah bimbingan tiga guru besar fakultas kedokteran di Surabaya. Hasil penelitian tersebut, kerokan dapat menyebabkan kenaikan beta-endorfin sehingga mengurangi rasa nyeri otot (mialgia) dan mengakibatkan badan penderita terasa lebih segar. Kerokan juga merangsang organ viscera (organ dalam) terutama paru-paru dan jantung sehingga penderita bisa bernapas lebih lega, dan peredaran darah pun lebih lancar.
Nah, dari apa yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kerokan merupakan upaya untuk mengusir masuk angin dengan cara meningkatkan suhu tubuh dan sirkulasi darah. Bukan mengeluarkan angin lewat pori-pori kulit seperti yang selama ini dipahami oleh orang awam, karena angin atau udara hanya bisa masuk atau keluar melalui organ pernapasan dan pencernaan.
Meskipun merupakan metode pengobatan tradisional yang murah dan sudah diteliti secara ilmiah, harus dipahami bahwa kerokan hanyalah sebuah langkah pencegahan. Sobat Sehat tetap harus pergi ke dokter untuk mengkonsultasikan kondisi tubuh dan mendapatkan obat, terutama bila sakit tidak kunjung sembuh. Selain itu, selama sakit lakukan hal-hal yang dapat membantu kesembuhan. Perbanyak minum air putih, konsumsi makanan dan minuman hangat yang bergizi, serta istirahat dan tidur cukup. Salam Sehat. (*)
Sumber : tanyadok.com, klikdokter.com